Are You a Gadgeteen?



Bismillah..
Oke, sekelumit opini kali ini, aku bakal bahas sesuatu yang udah melekat banget sama diri-diri manusia. Melebihi sebuah perangko dengan sebuah surat deh hehe. Hmm, what you do you think, when you read this title? Sebenernya, judul di atas itu aku ambil dari sebuah tagline pada salah satu majalah anak. Aku inget, tapi gak sepenuhnya inget, #gimanasih wkwk. Ketika akhir SD apa awal SMP gitu ya, aku beli sebuah majalah legend, itu lho majalah Molor. Iya itu dah. Merasa tertarik gitu, sama judul yang tertera gede di bagian sampulnya. “Are You a Gadgeteen?”. Dalem majalah itu, aku disajikan dengan beberapa pertanyaan untuk mengukur sejauh mana sih kita kecanduan ama Hape.
Nah yang tadi sedikit intermezzo. Ekhem, sekarang serius dikit ah. Aku bakal bahas mengenai sesuatu yang udah buat makhluk-makhluk yang disebut sebagai ‘manusia’ itu jadi berubah. Sesuatu yang udah alihin dunia nyata. Sesuatu yang dikenal dengan sebutan ‘mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat’. Apa coba? Yap, exactly, 100 buat kamu! MEDIA SOSIAL. Tenang-tenang, sengaja di Bold + Capslock sebagai bentuk penekanan aja kok, bukan berarti nge-gas hehe. So, ngerasa gak sih, hadirnya salah satu buah teknologi ini tuh bikin manusia jadi ‘agak’ melenceng dari fitrahnya. Kenapa bilang gitu? coba deh, apa interaksi di grup berbasis daring ini bener-bener interaksi secara nyata? Ketika kamu chit-chat ama someone terus pake emote ketawa ngakak atau sekedar kata ‘wkwk’ ekspresi wajah kamu gimana? Ketika kamu punya puluhan bahkan ratusan teman online, apakah mereka itu benar-benar hadir dalam hidup kamu?
Mari coba kita memutar memori pada saat masa kecil, masih terkenang kah ketika kamu dan teman-teman asik berlarian kesana-kemari? Masih terngiang kah wajah-wajah polos penuh tawa dari teman-temanmu? Lalu, coba korelasikan dengan keadaan bocah di zaman sekarang, masih samakah? Tentu tidak. Gadget membuat mereka jadi kaku dan selalu terpaku pada satu titik. Gak ada tuh, momen-momen bahagia ketika bisa saling adu mulut sama temen pas asik bermain di lapangan. Temen- temen bisa cek tulisanku waktu dulu mengenai ini, di sini.
Coba renungin deh dan resapi secara mendalam. Kita manusia, bukankah hakikatnya sebagai makhluk sosial? pada kenyataannya kita gak bisa hidup sendiri. Kita butuh temen. Terus, hadirnya medsos emang bisa ya gantiin kebutuhan dasar manusia dalam aspek interaksi sosial ini? Aku rasa, enggak. Secanggih apapun medsos, tetep gak bisa gantiin ‘perasaan’ berinteraksi secara langsung. Obrolan kita via chat itu gak bener-bener ngobrol. Apapun yang kita unggah dan bagikan apakah viewers kita itu real? Bahkan, untuk peduli saja belum tentu. Iya tau, pembahasan ini tuh agak keras. Karena apa, hampir sekian juta orang di muka bumi ini main medsos. Dan lagi, gak sedikit dari mereka yang kecanduan. Termasuk seseorang yang nulis artikel ini. Betul, aku salah satunya.
Ada 2 buah video yang bener-bener bikin aku jadi mikir. Dua video ini tuh sama-sama nyeritain media sosial. Gimana perjuangan mereka buat, beralih dari sebuah realitas semu menuju realitas yang bener-bener nyata. Kamu tau, medsos jadi salah satu hal yang bisa bikin banyak orang sakit. Ya, sakit jiwa! Eits, kasar. Sedikit halus, gangguan psikologis lebih tepatnya. Banyak, mereka yang addict sama medsos seringkali ngerasa cemas, sedih, down, gak punya banyak waktu. Karena emang banyak waktunya tenggelam dengan dunia medsos. Belum lagi, usaha diri yang coba banding-bandingin maneh. Please atuh lah, kalau sekiranya bikin ambruk kenapa mesti dilakuin? (ngomong ke diri).  oh ya, kamu wajib tonton 2 video ini, cek Puasa Medsos dan Look Up.
            Last but not least, tidak-tidak ini bukan bentuk dari ‘Social Campaign’ untuk tinggalin medsos kok. Lebih tepatnya, bagaimana diri kita bisa control dan manage penggunaan medsos itu sendiri. Aku sempet adain survei kecil-kecilan, nanya ke temen-temen tentang “Kenapa sih Media Sosial itu penting? Bisa gak kalau kita hidup tanpa media sosial?” dan beberapa argumen yang kuterima, intinya sih media sosial itu ibarat dua sisi mata pisau, tinggal kita sendiri yang memilih mau berselancar dalam medsos yang baik atau buruk? Mau gunain medsos dari sisi faedahnya atau tenggelam dalam ke sia-sian? Agamapun melarang kita untuk berlebihan-lebihan pada sesuatu bukan? Waktu kita terbatas, jadi jangan kau tumpas hingga tandas. Semoga, aku, kamu dan semua orang yang khususnya pengguna medsos bisa manfaatin buah teknologi ini secara bijak. Aamiin. *Salam Semangat dari DeQin*

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Takut Mati? Coba Baca Buku Ini Deh! (Psikologi kematian - Ulasan Buku)

Me on Social Media?

Ramadhan Vibes