Takut Mati? Coba Baca Buku Ini Deh! (Psikologi kematian - Ulasan Buku)
Psikologi Kematian(Mengubah Ketakutan Menjadi Optimisme)Photo by Dan Gribbin on Unsplash
Photo by Dan Gribbin on Unsplash |
Penulis : Komarudin
Hidayat
Penerbit : Hikmah
Cetakan : I (Satu)
Jumlah Hal. : 297 halaman
Bismillah..
Oke, membaca judul
di atas mungkin agak seram-seram sedap ya? hehe. Yap, kematian memang acapkali
membuat setiap manusia gelisah. Lagi-lagi, mohon maaf, aku telat untuk mengulas
dan kebetulan bukunya sedang dipinjam oleh teman. Jadi, di sini aku hanya
mengulas bagian-bagian berkesan yang masih terendap dalam memori, hehe.
Tampilan Sampul Buku Psikologi Kematian |
Everyday is my
birthday. Pada bab isi bagian awal, aku
disuguhkan dengan judul tulisan tersebut. Awalnya, sempat bingung, ini apa
hubungannya ya dengan kematian?
Ternyata, penulis coba memberikan makna mendalam perihal ini. Ia, mencoba untuk
meresapi makna doa sebelum tidur dan saat bangun tidur. Sebelum tidur, kita
berdoa kepada Allah bahwa dengan Nama-Nya kita hidup dan mati. Lalu saat bangun
bersyukur masih diberi kesempatan untuk hidup.jadi intinya, hakikatnya setiap
hari kita mati dan hidup kembali. Hal itulah yang patut kita syukuri.
Dalam buku tersebut
juga, Penulis menceritakan pengalaman hidupnya yang berasal dari desa terpencil
namun berharap mengenyam pendidikan hingga tinggi. Penulis juga banyak mengutip
ayat Al-Qur’an, pendapat para filsuf dan juga tokoh-tokoh sufi.
Mengapa orang-orang
takut akan kematian? Karena kematian merupakan hal yang begitu misterius. Setiap
orang takut karena telah merasa nyaman dengan kehidupan di dunia ini. Padahal,
kehidupan setelah kematian itulah kehidupan yang sebenarnya. Penulis
menganalogikan dengan peristiwa dirinya mengenai burung Beo yang ia pelihara di
rumah. Awalnya ia begitu mengagumi burung yang cakap tersebut. Bagaimana tidak?
Burung itu selalu bisa berbicara salam. Suatu waktu, ia kepikiran akan
kebebasan burung tersebut. setelah berapa lama ia merenung, akhirnya diputuskan
untuk membebaskannya. Diawali dengan beristigfar, lalu berucap pada burung
tersebut agar ia bisa bebas namun jika hendak tetap tinggal maka itu lebih
baik. Namun, setelah pintu terbuka burung tersebut tidak pernah melepaskannya.
Lalu, ia berdiskusi dengan anaknya yang berkuliah di Fakultas Psikologi.
“Mungkin karena
sudah lama terkurung sehingga tidak mampu lagi menangkap peluang untuk memasuki
kehidupan baru. Takut untuk memasuki dunia yang lebih luas karena sudah merasa
nyaman, sekalipun terpenjara.” (Hidayat, hal. 54).
Maksud analogi
tersebut adalah sama seperti manusia yang terlalu nyaman hidup di dunia ini.
Sehingga ia tak bisa menangkap peluang kehidupan yang lebih nyata setelah
kematian nanti. Ya, saya rasa buku ini perlu untuk dibaca siapapun. Khususnya
bagi yang pesimis menghadapi kematian. Penjabarannya begitu mudah dipahami dan
singkat. Maka, bacalah buku ini kawan.
Cimanggung,
21 Mei 2021 / 9 Syawal 1442 H.
Qintannajmia
Elvinaro
Komentar
Posting Komentar