Wajib Baca Buku Ini Kalau Kamu Ingin Bahagia! ( La Tahzan - Ulasan Buku)

 

La Tahzan

(Jangan Bersedih!)



Judul              : La Tahzan (Jangan Bersedih!)

Penulis            : Dr. ‘Aidh al-Qarni

Penerjemah    : Samson Rahman

Penerbit          : Qisthi Press

Cetakan          : XVIII (Delapanbelas)

Jumlah Hal.   : 572 halaman

Bismillah..

            Pada sampul buku tertera kalimat “Buku terlaris di Timur Tengah”, Ya, buku ini merupakan buku populer yang banyak digandrungi penggemar buku motivasi. Ada banyak buku motivasi tersebar, namun yang membedakan dari buku ini adalah nuansa yang tidak kering karena tak hanya menginpirasi secara duniawi namun juga secara ukhrawi. Penulis menyertakan banyak penggalan Ayat Al-Quran, Hadits, kisah-kisah penuh hikmah. Tak menutup hanya dari sisi Islami saja, beliau mengutip kata-kata bijak dari eksternal seperti filsuf dan tokoh-tokoh di Barat sana.

            Lain dari pada yang lain, penulis tidak mengklasifikasikan bagian bukunya berdasarkan bab-bab, namun menjadikannya narasi-narasi itu bersatu tanpa sekat. Saya bingung, harus mengulas apa karena menurut saya seluruh isi buku ini memang ‘daging’ banget. Mungkin, saya akan membahas beberapa yang berkesan di relung hati saya, hehe.

Ini tampilan sampul bukunya.


            Hari Ini Milik Anda

Selaku manusia, kita agaknya seringkali merasa sedih akan masa lalu yang telah berlalu dan masa depan yang belum tentu terjadi. Overthinking, bergemuruh dalam pikiran dan perasaan. Sibuk menyesal dan meratapi kejadian silam dan merasa cemas dengan masa depan, hingga nyatanya ia tak benar-benar hidup dan menikmati masa kini. Hari ini milik Anda. Ya, hari ini milik anda sepenuhnya, hari di mana anda masih bisa bernapas, hari di mana anda masih terbangun, hari di mana anda bisa bertegur sapa dengan dunia ini. Sudahlah, yang lalu biarlah berlalu. Jika bisa, masukkan kenangan lama dalam ruang yang rapat dan kunci dengan kuat. Perihal masa depan pun, tak adayang bisa menjamin bukan, apakah kita masih tetap hidup hingga besok? Maka nikmatilah hari ini.

“Jika kamu berada di pagi hari, janganlah menunggu sore tiba. Hari inilah yang akan Anda jalani, bukan hari kemarin yang telah berlalu dengan segala kebaikan dan keburukannya, dan juga bukan esok hari yang belum tentu datang. Hari yang saat ini mataharinya menyinari Anda, dan siangnya menyapa Anda inilah hari Anda.”[1]

So, Yesterday is history, tomorrow is mistery, and today is Your day! Semangattt!!

Bersedih: Tak Diajarkan Syariat dan Tak Bermanfaat

Pada bagian ini, penulis mengutip beberapa ayat Al-Qur’an yang melarang setiap hambaNya untuk bersedih. Seperti, ‘Dan, janganlah kamu bersikap lemah dan jangan (pula) bersedih hati’ (QS. Ali Imran : 139), dan ‘Janganlah bersedih seseunguhnya Allah selalu bersama kita’ (QS. At-Taubah: 40). Kesedihan adalah teman akrab kecemasan. Yang membedakannya adalah jika sesuatu yang tidak disukai dan sesuatu itu belum terjadi maka akan menimnbulkan kecemasan (Khawatir masa depan) dan bila berkaitan dengan hal-hal di masa lampau maka akan melahirkan kecemasan pula (Sedih karena masa lalu).[2]

Mereka Sepakat pada Tiga Hal

Penulis telah banyak mengkaji buku-buku mengenai ganguan mental baik dari kalangan agama (ulama salaf) maupun dari sastrawan, dan kalangan lain. Ia menyimpulkan 3 kunci yang disepakati oleh sumber-sumber yang ia baca:[3]

1.      Selalu mengaitkan hati kepada Allah, beriman kepadaNya, dan menaatiNya.

2.      Menutup masa lalu dengan segala kesedihan dan kegetirannya.

3.      Membiarkan masa depan yang masih ghaib dan tidak menceburkan diri ke dalamnya.

Intinya, dalam menaruh harap memang seyogyanya pada Dzat yang sepantasnya menjadi sandaran bagi setiap makhluk, yakni Allah semata, Dia yang lebih tau tentang ciptaanNya dan sumber ketenangan yang abadi. Lalu, jangan berlarut-larut dengan larutan kegalauan atas segala kesedihan di masa lalu, kita akan lelah sendiri. Terakhir, biarkan masa depan itu datang dengan sendirinya. Ingat, narasi yang sudah saya cantumkan sebelumnya? Ya, Hari ini milik Anda! Fokuslah pada hari ini. lakukan yang terbaik.

Perbanyak Membaca dan Merenung!

“Bepengathuan luas, menguasai banyak teori keilmiahan, berwawasan budaya, berpikir secara orisinil, memahami permasalahan dan arrgumentasi pijakannya, adalah sedikit dari sekian banyak faktor yang dapat membuat kelapangan hati.”[4]

            Kita sudah tahu sendiri, membaca merupakan aktifitas yang kaya akan manfaat. Kita bisa berkeliling dunia hanya dengan membaca dan lagi buku merupakan teman duduk terbaik. Bersykurlah bagi yang sudah bersahabat erat dengan aktivitas membaca dan bersegeralah bagi yang belum berkenalan dengannya. Rasakan sendiri manfaat setelah menjalani hal ini. Today a reader, tomorrow a leader! Selain itu, merenung adalah aktivitas jitu lainnya yang tak boleh dilewatkan. Dalam narasi ini penulis mengutip pendapat Hasan Al-Bashri, “Orang Muslim itu sangat ketat melakukan muhasabah terhadap dirinya, lebih ketat dibandingkan kontrol seorang pedagang terhadap mitra dagangnya.”

Apakah Kebahagiaan Itu?

Semakin sederhana, maka semakins edikit hal-hal yang kan menjadi beban pikiran. Hidup minimalis adalah kunci dari kebahagiaan karena memang hidup ini sementara maka, hiduplah dengan sewajarnya. Gunakan seperlunya dan sesuai kebutuhan. Jangan terlalu banyak mengoleksi barang-barang yang pada ujungnya hanya akan membuat kita pusing sendiri. Simplenya gini, kita suka mikir orang kaya itu begitu bahagia dengan kelimpahan materi yang ia miliki. Tapi, apakah kita tak menyelami berapa pajak yang harus ia bayar? Berapa pengeluaran untuk merawat segala macam benda yang ia miliki? Pada dasarnya mereka pun pusing akan hal ini.

Kita berkaca yuk pada The Real Role Model kita, Nabi Muhammad . Beliau begitu sederhananya, tidak banyak perabotan yang ia miliki padahal merupakan pemimpin umat. Bahkan, seringkali beliau mengganjal perutnya dengan batu untuk menahan lapar namun semua itu begitu ia nikmati. Para sahabat pun mencontoh kezuhudan beliau.

            Suatu hari Abu Dzar berangkat menuju Rabzah ia mendirikan kemah dan bersama istri dan putrinya tinggal di sana. Hari-harinya diisi untuk beribadah kepada Allah, berpuasa, membaca, berdzikir, dan berpikir. Kekayannya yang dipunya hanyalah sepotong baju, kemah untuk berteduh, seekor kambing, sebuah piring besar, satu baki, dan sebilah tongkat. Teman-temannya pernah datang berkunjung dan bertanya, “Di mana (kekayaan) dunia(mu)?”, Abu Dzar menjawab, “Aku tak membutuhkan dunia di rumahku. Dan Rasulullah telah mengabarkan kepada kita bahwa di depan nanti aka nada tantangan sangat berat, dan hanya orang yang tak terbebani dunia yang mampu melewatinya.”[5]

Bukankah hidup hanya berkutat pada sandang, pangan, dan papan?

Bagaimana Anda Mensyukuri yang Banyak, Jika yang Sedikit Saja Tak Mampu?

            Yap,  narasi yang satu ini sukses menampar diri saya. Kita selaku manusia agaknya memang tak pernah puas. Selalu merasa kurang karena berpikir akan apa yang tak dimiliki. Kita merisaukan hal yang tak dimiliki padahal sebenarnya ada banyak nikmat tak terhingga yang sering kita lupakan.

            Orang bertelanjang kaki, karena tidak punya alas kaki mengatakan, “Saya akan bersyukur jika Rabb-ku memberiku sepatu.” Tapi orang yang memiliki sepatu akan menangguhkan syukurnya sampai dia mendapatkan mobil mewah. Kurang ajar sekali: kita mengambil kenikmatan itu dengan kontan, namun mensyukurinya dengan mencicil. Kita tak pernah bosan mengajukan keinginan-keinginan kepada-Nya. Tapi perintah-perintah Allah yang ada di sekeliling kita lamban sekali dilaksanakan.[6]

 

            Alhamdulillah, bersyukur banget bisa dapat kesempatan baca buku ini hingga tuntas. Banyak hikmah dan manfaat yang bisa saya petik. Setelah baca, saya merasa mendapat nutrisi baru untuk jiwa. Menyuntikkan amunisi hebat guna melanjutkan hidup saya. Pokoknya, kalian-kalian kudu, harus, wajib baca buku yang satu ini deh! Barakallah..

Semoga bermanfaat..

Jazakumullah Khoiron Katsiron.

Cimanggung, 28 November 2020 / 13 Robiul Akhir 1442 H.

Qintannajmia E.

 



[1] Al-Qarni, AIdh. 2005. La Tahzan, Jangan Bersedih. Jakarta: Qisthi Press. hlm. 6.

[2] Ibid. 49.

[3] Ibid. 254.

[4] Ibid. 282.

[5] Ibid. hlm 321.

[6] Ibid. 415.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Takut Mati? Coba Baca Buku Ini Deh! (Psikologi kematian - Ulasan Buku)

Review Series The Journalist: Mengenal kehidupan seorang Jurnalis dari Jepang

Me on Social Media?